Sabtu, 07 November 2009

sejarah

Selayang Pandang
Mengenal Pondok Pesantren Mamba'us Sholihin

I. Letak Geografis PPMS

Mambaus Sholihin adalah sebuah institusi yang terletak di kawasan pegunungan Suci, bersuhu udara cukup hangat, ± 25 °C. Kawasan ini berada kurang lebih 3 Km dari terminal Bunder (jalur utama Surabaya-Jakarta). Dan 2 Km dari Pertigaan Desa Tenger Sukomulyo yang terletak di jalur pantura ini termasuk kawasan yang cukup makmur ekonominya. Dengan sumber daya alamnya serta pasokan air yang melimpah ruah, (konon merupakan sumber mata air yang muncul pada saat Kanjeng Sunan Giri hendak berwudhu), merupakan aset yang sangat berharga bagi masyarakat sekitar dan juga bagi Pesantren.
Mambaus Sholihin berdiri di areal perkebunan cukup luas, yang dipisahkan oleh ruas jalan utama Bunder-Tenger menjadi dua bagian, untuk kompleks Putra di sebelah barat jalan, dan untuk kompleks Putri di sebelah timur jalan, pemisahan ini menjadikan situsasi yang kondusif dan memudahkan pengaturan antara santri Putra dan Putri.
Mengingat letaknya yang strategis (tepat disebelah jalan utama) dan mudah dijangkau dari berbagai penjuru, menjadikan Mamba'us Sholihin adalah sebuah institusi yang tergolong cepat perkembangannya .

II. Sejarah Pendirian PPMS

Pondok Pesantren Mamba'us Sholihin dirintis oleh ayahanda KH. Masbuhin Faqih, yaitu Al Maghfurlah Al Mukarrom KH. Abdullah Faqih Suci sekitar tahun 1969 yang pada mulanya berupa surau kecil untuk mengaji AI-Qur’an dan Kitab Kuning di lingkungan desa Suci dan sekitarnya.
Pada tahun 1976 Al Mukarram KH. Masbuhin Faqih (putra pertama KH. Abdullah Faqih Suci) yang baru mendapatkan restu dari Al Mukkarrom KH. Abdullah Faqih Langitan untuk berjuang di tengah masyarakat, namun beliau masih mempertimbangkan kembali untuk mendirikan sebuah Pesantren, meskipun pada saat itu semangat beliau untuk mendirikan Pesantren sangat besar. Hal ini didasari oleh perasaan khawatir beliau akan timbulnya nafsu حب التلاميذ, karena mendirikan pondok harus benar-benar didasari oleh ketulusan hati untuk Nasrul Ilmi (untuk menegakkan Agama Allah), bukan atas dorongan nafsu, apalagi punya keinginan mendapatkan santri yang banyak.
Berkat dorongan dari guru-guru beliau yaitu KH. Abdul Hadi Zahid, KH. Abdullah Faqih Langitan, KH. Abdul Hamid Pasuruan, KH. Usman Al-Ishaqi, serta keinginan luhur beliau untuk Nasrul Ilmi, maka didirikanlah sebuah pesantren yang kelak bernama Mamba'us Sholihin. Adapun dana pertama kali yang digunakan untuk membangun pondok adalah pemberian guru beliau, KH. Abdullah Faqih Langitan. Pada saat pendirian Pesantren, KH. Masbuhin Faqih masih menimba serta mendalami ilmu di Pondok Pesantren Langitan.
Sebelum Pesantren Mamba'us Sholihin didirikan, Al Mukarrom KH. Abdullah Faqih Langitan sempat mengunjungi lokasi yang akan digunakan untuk membangun Pesantren. Setelah beliau mengelilingi tanah tersebut, beliau berkata kepada KH. Masbuhin Faqih, “Yo wis tanah iki pancen cocok kanggo pondok, mulo ndang cepet bangunen”.("Ya sudah, tanah ini memang cocok untuk dibangun pondok pesantren, maka dari itu cepat bangunlah"). Tidak lama kemudian beberapa Masyayikh dan Habaib juga berkunjung ke lokasi tersebut,. Diantara Habaib dan Masyayikh yang hadir yaitu KH. Abdul Hamid (Pasuruan), KH. Usman Al-Ishaqi (Surabaya), KH. Dimyati Rois (Kaliwungu), Habib Al Idrus dan Habib Macan dari Pasuruan.
Pada tahun 1402 H atau tepatnya pada tahun 1983 M, barulah dilakukan pembangunan Musholla Pondok Pesantren Mambaus Sholihin (sekarang merupakan Pondok Barat). Saat itu KH. Masbuhin Faqih sedang menunaikan lbadah haji yang pertama. Adapun yang menjadi modal awal pembangunan ini berasal dari materi yang dititipkan kepada adik kandung beliau (KH. Asfihani Faqih) yang nyantri di Pondok Pesantren Romo KH. Abdul Hamid Pasuruan.
Pada saat itu KH. Asfihani Faqih turun dari tangga sehabis mengajar, tiba tiba ada seseorang yang tidak dikenal memberikan sekantong uang, kemudian beliau pergi dan menghilang. Pada pagi harinya KH. Asfihani di panggil oleh KH. Abdul Hamid Pasuruan, beliau berkata “Asfihani saya ini pernah berjanji untuk rnenyumbang pembangunan rumah santri (jama’ah) tapi hari ini saya tidak punya uang, Yai silihono dhuwit opo'o nak !”. kemudian KH. Asfihani menjawab "saya tadi malam habis mengajar di beri orang sekantong uang, dan saya tidak kenal orang tersebut”. KH. Abdul Hamid berkata “ Endi saiki dhuwite ndang ayo di itung”. Lalu KH. Asfihani mengambil uang tersebut dan dihitung sebanyak Rp. 750.000,-. Yang pada akhirnya KH. Abdul Hamid Pasuruan memberi isyarat, bahwa yang memberikan uang tersebut adalah Nabiyullah Khaidir AS (Abul Abbas Balya bin Malkan), kemudian KH. Abdul Hamid Pasuruan berkata pada KH. Asfihani “Nak, saiki muliyo. Dhuwit iki ke’no abahmu kongkon bangun Musholla”.
Suatu kisah yang tak kalah menarik, adalah saat Pondok induk dalam taraf penyelesaian pembangunan, Hadrotus Syaikh KH Abdul Hamid Pasuruan datang dan memberi sebuah lampu Neon 40 Watt 220 Volt untuk penerangan Pondok Pesantren Mamba’us Sholihin. Padahal saat itu listrik belum masuk desa Suci. Mengingat yang memberi termasuk kekasih Allah, maka Pengasuh Pesantren yakin bahwasannya ini merupakan sebuah isyarat akan hadirnya sesuatu. Dan ternyata tidak berselang lama, tepatnya pada tahun 1976, masuklah aliran listrik ke desa Suci, dan rupanya Neon ini merupakan isyarah akan tujuan pondok pesantren Mambaus Sholihin.
Pada pembangunan Tahap selanjutnya, KH. Agus Ali Masyhuri (Tulangan Sidoarjo) membeli sepetak tanah yang baru diberinya dari salah seorang anggota Darul Hadits, yang kemudian tanah yang terletak disebelah Masjid Jami' Suci "Roudhotus Salam" itu menjadi bakal dari Pesantren Putra Mamba'us Sholihin.

III. Asal Mula Nama Pondok Pesantren Mamba'us Sholihin

Asal mula pondok ini diberi nama “At-Thohiriyah”. Mungkin oleh Pendiri dan Pengasuh di sesuaikan dengan nama desa tempat Pondok Pesantren ini didirikan, yaitu desa Suci.. Sedang nama Madrasah saat itu adalah Roudhotut Tholibin. Ini disesuaikan dengan nama masjid Desa Suci "Roudhotus Salam”.
Karena nama mempunyai makna yang penting, maka untuk memberi nama perlu perhatian dan pemikiran yang khusus, serta pemikiran nurani yang jernih dan membutuhkan petuah dari sesepuh yang benar-benar makrifat pada Allah.
Suatu saat K.H Abdullah Faqih sowan pada guru Mursyid beliau untuk memohonkan nama yang cocok untuk Pesantren yang telah berdiri, oleh Al Alim Al Allaamah Al-‘Arif Billah Hadrotus Syaikh K.H Ustman Al-Ishaqi diberi nama “Mamba'us Sholihin“ (yang bermakna sumber orang-orang Sholeh). " Nama ini dimudlofkan pada isim fa’il, Insya Allah kelak santri yang mondok di Pesantren ini akan menjadi anak yang sholeh meski kurang pandai", begitulah fatwa beliau.

Tausyiah K.H.Masbukhin.Faqih

Perkuatlah Mentalmu Dengan Wirid

Ilmu ada dua:
ada yang dapat kita peroleh melalui belajar dan ada juga orang yang mendapatkan ilmu dari Allah secara langsung.

Ritualisasi dan pembacaan wirid yang sangat banyak kepada Allah yang ada di pesantren ini merupakan sebuah upaya saya untuk membentengi para santri dari pengaruh-pengaruh luar tatkala keluar dari pesantren ini kelak. Ibadah dan bacaan do'a yang ada di dalamnya mampu melindungi diri santri dari panasnya pengaruh luar. Disamping itu, dengan ibadah dan do'a yang istiqamah, santri dapat memperkuat mentalnya, sehingga tidak gampang menyerah dalam berjuang juga tidak gampang terseret arus yang menyesatkan.
Maka, jangan heran tatkala santri-santri Mambaus Sholihin saya ajak untuk bersungguh-sungguh membaca wirid, bukan hanya bersungguh-sungguh tapi juga berlama-lama. Shalat dengan wirid yang panjang ini, semata-mata untuk membekali diri kita masing-masing dengan benteng rohani yang kokoh, benteng spiritual yang kasat mata ini sangat berguna sekali bagi santri apalagi di zaman modern ini.
Zaman akhir penuh dengan godaan dan tantangan, beragam tantangan akan kita hadapi dari yang kecil sampai yang besar, dari yang berbau menusuk sampai yang berbau harum. Semuanya mempunyai niat yang sama untuk menuntun kita ke jalan kesesatan. Godaan itupun ada yang tampak dan ada yang tidak tampak. Tantangan yang tidak bisa dilihat ini memiliki bahaya yang lebih besar, disamping karena tidak terdeteksi oleh mata juga kerena tantangan rohani ini sifatnya semu.
Menghadapi hal semacam ini, wiridan nampaknya sangatlah dibutuhkan sekali oleh santri. Semakin banyak wirid yang dibaca maka semakin tebal pula benteng yang dibangun. Namun sebaliknya, semakin sedikit, apalagi enggan dengan wirid yang dibaca maka semakin menipis pula benteng yang dibangun dan dipersiapkan.
Harapan saya kepada para santri jangan pernah mengeluh untuk diajak membaca wirid. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya manfaatnya akan kembali kepada para santri sendiri, atau pembaca tersebut, bukan kembali kepada saya.
Dengan membaca wirid yang banyak itu pula, secara tidak langsung berarti santri menabung pahala kelak di akhirat. Mumpung di pesantren, perbanyaklah membaca wirid, jaminan masuk surga akan terbuka lebar.
Selain itu, membaca wirid juga harus dilakukan secara khusyu', ini sangatlah diperlukan sebagai upaya memaksimalkan kepada Allah s.w.t. Santri, dalam membaca wirid hendaklah memperhatikan betul faktor yang mempengaruhi seseorang dalam menemukan kekhusyu'an. Memang cukup berat untuk menjadi khusyu' dalam membaca wirid. Namun, bagaimanapun hal ini tetap kita usahakan. Kita menginginkan wirid dan do'a kita didengar oleh Allah kan? maka khusyu' sesungguhnya adalah sebuah jalan menuju hal ini.
Bila wirid yang kita baca ini diamalkan secara istiqamah dengan penuh kekhusyu'an, maka bukan tidak mungkin belajar kita akan menemui keberhasilan, ilmu yang kita pelajari bukan hanya dapat kita peroleh melalui jalan belajar, tapi juga melalui berdo'a kepada Allah s.w.t sebagai upaya spiritual.
Ilmu ada dua: ada yang dapat kita peroleh melalui belajar dan juga tak jarang ilmu itu pemberian dari Allah sendiri secara langsung. Dengan demikian, santri yang datang ke pesantren dengan tujuan mencari ilmu akan terbantu oleh do'a dengan sendirinya. Do'a sangat membantu keberhasilan belajar seorang santri, disamping juga mampu membentengi mental santri.
Mahasiswa khususnya, sebagai anak yang sudah dewasa yang sering berhubungan dengan dunia luar hendaknya juga tidak melupakan wirid ini. Mentang-mentang sudah mencapai titel “maha” maka sudah melupakan wiridan. Tidak! Ia tetap harus mengamalkan wirid yang telah kita lakukan secara istiqamah selama beberapa tahun ini. Keluar dari pesantren ini bukan berarti keluar pula dari wirid yang saya ajarkan dulu. Wirid bagi mahasiswa sangat membantu dua hal di atas: membentengi mahasiswa dari pengaruh luar yang meracuni serta memberikan kontribusi kepada mahasiswa untuk sukses dalam belajar.
Ingat! wirid sangat membantu jiwa seseorang. Saat ini dunia membutuhkan dokter spiritual dan wirid kepada Allah lah obat mujarab yang diajarkan oleh al-Qur'an.